Minggu, 06 Februari 2011

seputar tentang sejarah Al-Qur'an

Fenomena Wahyu

Pembahasan tentang wahyu sangat penting karena merupakan pemahaman dasar untuk mengenal kalam Ilahi. Al-Quran sebagai kalam Ilahi bisa diterima apabila masalah wahyu sudah jelas. Al-Quran adalah firman Allah Swt. Buku suci ini mengandung pesan samawi yang dipeantarai oleh wahyu. Wahyu adalah ilham gaib dari sisi Malakut al-A'la yang turun ke alam materi.
Masalah yang paling mendasar dalam keyakinan Qurani adalah pembahasan tentang wahyu: tetang mengenal wahyu, cara terjalinnya hubungan antara Yang Mahatinggi dengan materi yang rendah, apakah mungkin terjalin hubungan antara alam fisik dengan metafisik? Apakah keterjalinan hubungan tersebut tidak terkait dengan masalah sinkhiyyat (kesamaan)? Jawaban dari semua pertanyaan akan membuka jalan untuk mendapat keyakinan Qurani.

Secara kebahasaan, wahyu memiliki banyak arti yang berbeda-beda. Di antaranya adalah : isyarat, tulisan, risalah, pesan, perkataan yang terselubung, pemberitahuan secara rahasia, bergegas, setiap perkataan atau tulisan atau pesan atau isyarat yang diampaikan kepada orang lain.

Wahyu dalam Al-Quran memiliki 4 arti:
o Isyarat secara rahasia.
o Petunjuk naluriah
o Ilham (bisikan gaib)
o Wahyu risali.Wahyu yang khusus hanya untuk nabi.
Wahyu sama seperti ilham. Keduanya menjadikan jiwa tenang. Bedanya adalah sumber ilham tidak diketahui oleh yang mendapatkannya, sementara sumber wahyu jelas bagi mereka yang mendapatkannya.

Macam-macam wahyu risali
1. Wahyu secara langsung. Wahyu yang disampaikan kedalam hati Rsulullah saw secara langsung tanpa perantara.
2. Wahyu berbentuk suara. Wahyu yang langsung sampai ke pendengaran Rasulullah Saw tanpa ada seorangpun yang bisa mendengarnya.
3. Wahyu melalui perantara Jibril. Malaikat penyampai wahyu membawa pesan Ilahi untuk dikabarkan kepada Rasulullah Saw.
Ketika menerima wahyu secara langsung, tanpa perantara, Rasulullah Saw merasa ada yang membebani dirinya. Teramat berat sehingga tubuhnya menggigil. Keningnya mengucurkan keringat deras. Jika wahyu itu sampai ketika beliau sedang menunggang unta atau kuda, maka punggung hewan itu membungkuk dan hampir menyentuh tanah.

Raulullah Saw buta huruf secara lahiriah. Di tengah-tengah kaumnya, beliau tidak dikenal sebagai orang berilmu, karena mereka tidak pernah melihat beliau membaca atau menuls. Dengan alasan itu, Rasulullh Saw merasa perlu memerintahkan para penulis untuk mencatat segala macam urusan, termasuk wahyu. Di Makkah atau di Madinah, Beliau memilih orang-orang yang paling pandai membaca dan menulis untuk mencatat. Orang pertama di Mekkah yang bertugas sebagai penulis, khususnya menulis wahyu adalah Ali Bin Abi Thalib, tugas ini berlangsung hingga Rasulullah Saw wafat. Rasulullah sendiri yang memerintah Ali agar mencatat setiap ayat yang turun agar Al-Quran dan wahyu samawi tidak jauh dari Ali.

Cara penulisan Wahyu pada masa awal munculnya Islam dengan mencatatnya diatas apa saja yang bisa ditorehkan tulisan. Diantarannya adalah :
* 'Usub, Jamak dari kata 'Asib yang berarti pelepah kurma. Mereka menulis wahyu di kayu dan dibagian yang telah dicabut daun-daunnya
* Linkhaf, jamaknya lakhfah yang berarti batu-batu yang tipis dan berwarna putih
* Riqa', jamaknya ruq'ah, artinya lembaran-lembaran kulit atau daun atau kertas.
* Udum, jamak dari Adim, artinya kulit yang siap untuk ditulis.

Setelah ditulis, ayat-ayat itu diserahkan kepada Nabi Saw dan disimpan didalam rumah beliau. Kadangkala sebagian sahabat ingin memiliki surah atau beberapa ayat, maka merekapun mengutip surah atau ayat-ayat tersebut dan menulisnya di lembaran daun atau kertas. Kemudian, mereka menyimpan untuk diri mereka sendiri. Biasanya tulisan-tulisan itu mereka gantung datas tirai yang terbuat dari kain.

Lebih lanjut tentang: Sejarah lengkap Alquran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar